Senin, 28 Oktober 2013

*Apa itu Sastra Sufi?*

Abdul Wachid B.S., dilahirkan di dusun terpencil Blukuk, Lamongan Jawa Timur, 07 Oktober 1966. Ia adalah sastrawan yang bayak melahirkan  karya karya yang berbau  sufi, salah satu karyanya adalah rumah cahaya. Menurut Ia pada sebagian sufi, sebagaimana sufi penyair terbesar Jalaluddin Rumi bahkan mempersepsi dan memposisikan setiap keindahan ciptaan Allah selalu mengandung Jamaliah Allah. Hal ini berangaat dari al-Quran, “kemana kamu berpaling, disitulah Wajah Allah”(Q.S.,al-Baqarah<2>:115). Oleh sebab itu, Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadis, “barang siapa memandang sesuatu dan ia tidak melihat Allah di dalamnya, maka dia sesuatu dan ia tidak melihat allah di dalamnya, maka dia itu sia-sia.

Abdul Wachid B.S. sebagai salah satu sastrawan yang bergelut dalam sastra sufi, mengatakan bahwa puisi sufi dan sufistik itu dua hal yang berbeda, puisi sufi adalah puisi yang ditulis oleh pelaku sufi, sedangkan pelaku sufi adalah orang yang selalu mentaati peraturan agama tetapi di dasarkan dengan cinta namun hal terebut tidak ditulis di dalam al-Quran, secara umum orang mengenali sufi adalah orang yang mencintai Allah, dalam al-Quran disebut Aulia dan orang-orang yang menaati al-Quran dan menjauhi larangan-Nya disebut Alwaliyun, mereka menjadikan sastra khususnya puisi sebagai bagian yang melengkapi tata cara peribadatan mereka, dngan puisi mereka berdoa, dengan puisi mereka dzikiran, dengan puisi mereka menari dalam rangka mengekspresikan kecintaannya kepada Allah.

Puisi sufistis adalah puisi yang meniru cara-cara, sudut pandang pemahaman ideology tentang kaum sufi tersebut. M.H. Ainun Najib pernah mengatakan di Indonesia tidak ada puisi sufi karena orang-orang yang menulis puisi sufi bukanlah pelaku sufi tetapi mereka hanya pada tingkat cinta pada kesufian yang disebut tasawuf, Abdul Wachid B.S.,mengatakan, “lebih tepat bukan sastra sufi tetapi sehrusnya disebut sastra tasawuf” (sastra yang perpijak pada ilmu sufi).

Pengaruh sastra sufi terhadap sastra Indonesia adalah sebagai penyeimbang dari sastra-sastra yang lain, karena sastra sufi dapat mengimbangi sastra yang ada di Indonesia yaitu sastra hura-hura, (sastra yang lebih menekankan pada kehidupan duniawi). Sastra sufi dapat berpengaruh terhadap pembacanya meskipun tidak secara langsung, misalnya seseorang yang membaca puisi tentang shalat tidak langsung melaksanakan shalat melainkan, butuh proses untuk menjiwai puisi tersebut. (junian)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar