Rabu, 30 Oktober 2013

"Hamba sakit ya Tuhan"


Hamba sakit ya Tuhan, hamba tersesat dalam duka. wahai Tuhanku pemilik segala yang terjadi dan yang belum terlampaui. singkirkanlah iblis dalam jiwaku, agar terusir keraguan dalam syukur. (R Pamungkas)

Senin, 28 Oktober 2013

*Cara Membuat Puisi Pendek yang Baik*

 oleh: Imron Tohari

1. Judul sangat penting (kalau tidak boleh dikatakan vital ) dalam penciptaan puisi pendek. Dengan judul yang baik dan kuat, akan menjadi pemandu awal bagi penikmat baca untuk masuk dan menelaah makna dari puisi bersangkutan, hal ini dikarena puisi pendek sangat terbatas volume katanya.

2. Pemilihan diksi yang kuat akan membentuk tautan kalimat yang bisa meruangkan makna luas ( tetap perhatikan estetika poetikanya ) sehingga dengan kata terbatas namun tetap indah dan memberi ruang imajinasi dengan leluasa.

3. manfaatkan majas : metaphor, personifikasi,hiperbola,paradok,satire,ect dengan baik, sebab majas dan atau gaya bahasa sangat membantu dalam puisi genre ini. majas yang baik akan kian memberi ruang kalimat tertaut menjadi lebih luas, dalam arti majas memberi nilai tambah dalam unsur keluasan latar.

4. Puisi pendek lebih menitik beratkan pada isi/makna, walau dalam hal ini unsur keindahan juga harus tetap diperhatikan. Namun dengan keterbatasan kata yang ada pada puisi genre ini, yang lebih diutamakan adalah bagaimana keterbatasan kata tersebut bisa menyampaikan pesan makna ke penghayat dengan baik.
- Contoh :

Disalib Peradaban

di mural-mural kota
orang lalu lalang mencari mata
di istana negara
perkongsian politik lahan paling subur menggali kubur…

saat jiwa tak lagi jelas mendengar detak kerohanian
jarum waktu serupa jahanam jatuh tepat menancap di batok kepala

( Imron Tohari _ lifespirit 24 januari 2011)

5. Dalam puisi pendek biasanya pada batang tubuh puisi dibagi dua, yakni: alur konflik peran dan alur penutup ( bisa berupa sebuah renungan, bisa berupa pemikiran kekinian, bisa juga berupa kesimpulan dari inti tema yang diangkat, ect ), sebab judul mempunyai peran ganda dalam puisi pendek, selain untuk memberi gambaran dari keseluruhan isi karya, juga tidak jarang berperan sebagai alur awal/pemandu awal sebelum masuk batang tubuh puisi.
- Contoh judul yang sekaligus berperan sebagai awal sekaligus sebagai kesimpulan dari inti tema :
-
Digoda Rindu

Ketika gemerisik daun bambu diikuti sahutan jangkerik
senja melenggang
menghantar rindu ke peraduan malam

Digoda rindu siapa peduli batang bambu dan jangkerik di luar kedinginan?

( by lifespirit 26 Januari 2011 )

- Lima hal yang perlu diperhatikan dalam mencipta puisi pendek yang terdiri hanya beberapa kata/kalimat ( tidak lebih dari 17 kata/kalimat ) ala lifespirit! :

1. Judul pada puisi model tuang seperti ini sangat penting ( kalau tidak boleh dikata tidak bisa ditawar-tawar lagi ), hal tersebut berkenaan dengan padatnya kata yang bisa diolah menjadi suatu kekuatan utuh karya dalam menyampaikan pesan pada penikmat baca tanpa meniggalkan kesan keindahan bahasa puisi itu sendiri. Judul yang baik (baca: kuat) sekaligus merupakan pintu masuk untuk pembaca bisa memahami dan menikmati letupan pesan yang ingin dihantarkan pencipta karya ke imaji rasa penghayat.

2. Peran diksi pada puisi pendek genre ini ( selanjutnya akan saya sebut sebagai puisi padat kata ) mutlak sangat penting bagi berhasil tidaknya karya tersebut merangkum idea tema yang ingin dilukiskan oleh pencipta karya. Untuk itu usahakan tidak tergesa-gesa dalam memilih diksi yang akan dipergunakan, dalam arti pahami betul sifat serta karakter dari diksi terpilih.

3. Upayakan diksi, walau itu hanya satu kalimat bisa menciptakan ruang luas untuk penikmat baca berimajinasi. Misal kata yang menimbulkan efek visual bunyi:kraakkk, plung, bum ect dan atau kata yang menyiratkan kata kerja aktif, missal : menggali,memintal,mengintip ect

4. Judul dan isi harus saling menompang satu dengan yang lainnya. Dalam arti, Judul sekaligus merupakan rangkuman maksud dari isi karya.

5. Jangan buru-buru memposting, namun upayakan untuk melalui proses pengendapan karya, sehingga kita bisa mengevaluasinya dengan control emosi yang tenang serta obyektif, hal ini untuk menghindari jebakan puisi model padat kata yang biasanya kita tanpa sadar terjebak langsung menulis secara terang benderang, sehingga nilai estetika bahasa kontemplatipnya berkurang .
Beberapa contoh puisi padat kata yang memanfaatkan kekuatan imajinatip diksi/kata/kalimat:

Kemarau
sawah ladang kering
Petani berebut ranting
Krakk!
Di dapur, perempuan menanak nafas

(2010)

Sajak Hening
Kenapa kau mencintaiku?
jatuh sebatang ranting
plung…

(2010)

Mengetuk Pintu Langit
Syahadat
Tanda serukah
O tanda Tanya

(2009)

Puisi #Yang Seperti MalamMu#

sajak: Rio Pamungkasjika

jika harus punya
kekasih
biar yang seperti malam
menyekap luka dan waktu
pemilik pelukan paling menjadi
kan aku seperti anak ayam
di tumpukan jerami jemari
yang mampu menulis keramatnya rindu
untuk kubaca sebagai kata kataMu
yang setiap liriknya
tersayat lidah
tetapi perih
menagih merindu
malamMu
kekasih

Yogyakarta, 17 Oktober 2013

*Apa itu Sastra Sufi?*

Abdul Wachid B.S., dilahirkan di dusun terpencil Blukuk, Lamongan Jawa Timur, 07 Oktober 1966. Ia adalah sastrawan yang bayak melahirkan  karya karya yang berbau  sufi, salah satu karyanya adalah rumah cahaya. Menurut Ia pada sebagian sufi, sebagaimana sufi penyair terbesar Jalaluddin Rumi bahkan mempersepsi dan memposisikan setiap keindahan ciptaan Allah selalu mengandung Jamaliah Allah. Hal ini berangaat dari al-Quran, “kemana kamu berpaling, disitulah Wajah Allah”(Q.S.,al-Baqarah<2>:115). Oleh sebab itu, Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadis, “barang siapa memandang sesuatu dan ia tidak melihat Allah di dalamnya, maka dia sesuatu dan ia tidak melihat allah di dalamnya, maka dia itu sia-sia.

Abdul Wachid B.S. sebagai salah satu sastrawan yang bergelut dalam sastra sufi, mengatakan bahwa puisi sufi dan sufistik itu dua hal yang berbeda, puisi sufi adalah puisi yang ditulis oleh pelaku sufi, sedangkan pelaku sufi adalah orang yang selalu mentaati peraturan agama tetapi di dasarkan dengan cinta namun hal terebut tidak ditulis di dalam al-Quran, secara umum orang mengenali sufi adalah orang yang mencintai Allah, dalam al-Quran disebut Aulia dan orang-orang yang menaati al-Quran dan menjauhi larangan-Nya disebut Alwaliyun, mereka menjadikan sastra khususnya puisi sebagai bagian yang melengkapi tata cara peribadatan mereka, dngan puisi mereka berdoa, dengan puisi mereka dzikiran, dengan puisi mereka menari dalam rangka mengekspresikan kecintaannya kepada Allah.

Puisi sufistis adalah puisi yang meniru cara-cara, sudut pandang pemahaman ideology tentang kaum sufi tersebut. M.H. Ainun Najib pernah mengatakan di Indonesia tidak ada puisi sufi karena orang-orang yang menulis puisi sufi bukanlah pelaku sufi tetapi mereka hanya pada tingkat cinta pada kesufian yang disebut tasawuf, Abdul Wachid B.S.,mengatakan, “lebih tepat bukan sastra sufi tetapi sehrusnya disebut sastra tasawuf” (sastra yang perpijak pada ilmu sufi).

Pengaruh sastra sufi terhadap sastra Indonesia adalah sebagai penyeimbang dari sastra-sastra yang lain, karena sastra sufi dapat mengimbangi sastra yang ada di Indonesia yaitu sastra hura-hura, (sastra yang lebih menekankan pada kehidupan duniawi). Sastra sufi dapat berpengaruh terhadap pembacanya meskipun tidak secara langsung, misalnya seseorang yang membaca puisi tentang shalat tidak langsung melaksanakan shalat melainkan, butuh proses untuk menjiwai puisi tersebut. (junian)

Puisi #Para Pendatang#

Sajak R. Pamungkas

Ini pelataranmu yang maha agung
Aku hanyalah tamumu ya tuan
Ini arah langsung menghadap rumahmu
Ku ketuk pintunya 5 kali berturut turut
Jalanannya hampir hampir membuatku enggan ya tuan
Sekarang sambutlah aku yang memenuhi janji
Izinkan yang lelah bersinggah
Supaya jangan aku kau jadikan sesal
Sebap tabiat hamba sukar jadi sabar
dan engkau yang empunya maksud tanpa makar

Purworejo, 6-10-2013

*Apa Itu Sastra Profetik?*

Sastra merupakan hasil cipta karsa manusia yang tertoreh dalam bentuk tulisan ataupun lisan, sastra itu sendiri bisa tercipta dari kejadian alam dan lain-lain. Dalam Al-Qur’an telah disinggung tentang penyair, penyair didalam Al-qur’an di bagi menjadi dua, yaitu penyair sesat dan penyair beriman. Sebelum lebih jauh ke pembahasan, kita simak terjemahan QS. Asy Syua’araa: 224-227 sebagai berikut;

(224)    Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat.

(225)    Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap-tiap lembah,

(226)    dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak
mengerjakan (nya)?,

(227)    kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal shaleh dan
banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kedzaliman. Dan orang-orang yang dzalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.  
***

Sastra profetik : Sastra Ibadah
Pada awalnya istilah semanagat profetik diajukan oleh Abdul Hadi W.M untuk menyebut relevansi sastra keagamaan yang mendalam sebagai pusat bertemunya dimensi sosial dan transcendental didalam penciptaan karya sastra. Sebelum Abdul Hadi W.M, kuntowijoyoyo dalam temu budaya 1986 di TIM pernah membicarakan perlunya menegakkan ‘Etika Profetik’ yakni suatu etika yang ‘berakar di bumi dan juga berakar di langit’. Sastra profetik yang ditawarkan oleh kuntowijoyo mempunyai keinginan sebatas bidang etika  -Sebagai satra Ibadah- dengan sukarela tidak memaksa. Etika tersebut disebut ‘Profetik’ dikarenakan ingin meiru perbuatan Nabi, sang Prophet. Sastra profetik bermaksud melampaui keterbatasan akal-pikiran manusia dan mencapai pengetahuan yang lebih tinggi. Guna memenuhi keperluan tersebut, sastra profetik merujuk pada enafsiran kitab-kitab suci atas realitas.

Menurut kuntowijoyo, dalil mengenai sastra profetik ini dapat ditemukan dalam QS. Ali Imran 110, yang artinya: Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruk kepadayang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Ayat ini menyatakan keterlibatan manusia dalam sejarah (ukhrijat Linnas), setelah adanya keterlibatanmanusia dalam sejarah ayat tersebut berisi tiga hal yaitu, Amal ma’ruf (menyuruh kebaikan, humanisasi), nahi mungkar (mencegah kemungkaran, liberalisasi), dan tu’minuna billah (beriman kepada Allah, Transendensi). Etika Profetik yang berisi humanisasi, liberalisasi dan transendensi ini menjadi pelayan bagi seluruh ummat menusia: rahmatan lil ‘alamin.

Sastra profetik secara garis besar bisa juga dikatan sebagai sarana dakwah untuk menyebarkan agama islam, karena di dalam islam itu sendiri telah mengajarkan tentang kebaikan dan beriman kepada Allah. Nabi Muhammad SAW. dalam sebuah khadist yang diriwayatkan oleh Abu hurairah ra. pernah menyebutkan tentang syair terbaik yang memuat semangat profetik sebagai berikut: Dari Nabi SAW, bahwa beliau bersabda: Bait syair (puisi) paling bagus yang pernah diucapkan oleh orang-orang arab adalah bait syair Labid; ketahuilah, segala sesuatu selain Allah adalah bathil. Meskipun demikian Nabi Saw pernah memberikan nasehat  yang berkaitan dengan syair dalam sebuah khadist, juga diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW bersabda: perut seseorang itu lebih baik penuh dengan cairan nanah yang dapat merusak tubuh daripada penuh dengan syair. Inilah penjelasan yang signifikan antara penyair beriman dengan penyair sesat yang terdapat dalam QS. Asy Syu’araa’ 224-227. Jadi dengan adanya sastra profetik dapat mengimbangi bahkan melebihi sastra sesat. (Junian)

Puisi #Nyanyian Cita#

Karya: Rio Pamungkas/@Rio_FisAbil

Senja telah menggilas gilas jalan pulang
angin pelik perlahan menguliti ragaku
menyeruak kedalam sumsum sumsum
memuntahkan dosa dosa yang selama ini kututup rapat rapat

ruhku terkoyak
tersayat pisau pisau waktu yang dingin
sebuah sesal memukuliku bertubi tubi tanpa ampun
jiwaku lebam, akalku hangus
aku berteriak memanggil orang-orang yang kusayang
napasku nyeri melihat lakuku selama ini

ayah…
tolong aku…
raih tanganku ini ayah
ibu…
tak kenalkah engkau dengan panggilan anakmu ini
kawan kawanku… dimanakah kalian berada…
kau pembohong, kau pembohong, kalian semua munafik
tidak… tidak…

lonceng langit tiba tiba saling bersahutan
wajahku gerimis didepan cermin
pantulan itu terhirup pekat kedalam mataku
disana, aku melihat seorang anak duduk terpangku
lantas terdengar rimis rimis nyanyian cita menidurkannya
“Nak, jadilah anak yang sholeh”

Yogyakarta, 23 September 2013.
Teruntuk sahabat sahabatku IMM UMJ




Kamis, 25 Juli 2013

Cerpen *Taman Mimpi*



Wanita itu berteriak-teriak minta tolong, seseorang membawanya dengan paksa, aku berusaha mengenali wajah itu, namun semua terlihat samar-samar. Dalam jeritan-jeritan yang terus memanggil namaku, sosok wanita itu terasa begitu mengikat batin, seolah ia adalah kekasihku yang hendak diambil orang. Aku mengejarnya, kuulurkan tanganku, tetapi entah, semakin aku mencoba semakin berat langkah ini dan tanganku tak juga sampai meraihnya.
“Jangan! Jangan! Lepaskan dia...!” Aku mencoba memanggilnya, berteriak sekencang-kencangnya, namun semua kata-kataku seperti lenyap begitu saja dan  tiba-tiba kakiku seperti tersangkut sesuatu. Bruk!?
“Aduh..., sial..., sakit sekali...” kepalaku membentur lantai. Mimpi lagi, dan ini sudah yang ketiga kalinya aku memimpikan hal yang sama. Aku merasa ada yang tidak beres. Mungkin ini pertanda buruk, tetapi Tidak! Aku bukan paranoid, namun jika aku harus memimpikan hal yang sama setiap harinya, bisa jadi aku akan benar-benar gila.
“Diki, ya, Diki.” Tiba tiba nama itu yang muncul di benakku. Entahlah, ketika ada hal yang berbau mistik selalu saja aku merasi Diki adalah pawangnya, dan sekarang aku merasa ini adalah saat yang tepat untuk berkonsultasi.
***
Sekumpulan makhluk abu-abu menyergapku, mereka menyekapku sehingga aku sulit untuk bernapas. Asap mobil dan motor ini lagi, aku merasa mereka benar-benar hidup dan itu adalah maha karya para manusia yang setiap tahunnya memperingati hari Bumi dengan meriah. Ironis.
Arlojiku menunjukkan pukul 07.00 WIB. “Telat!” Aku mengayuh sepeda secepat mungkin menuju ke sekolah.
“Pagi Bu, maaf telat...” Sapaku dari arah luar pintu masuk kelas.
“Rio, kamu telat lagi!” Bu Rini membalas ucapanku dengan nada agak kesal. Aku mulai sedikit takut jika saja aku sampai tidak diperbolehkan mengikuti pelajarannya. Tetapi sepertinya ini bukanlah hari sialku karena Bu Rini akhirnya memperbolehkan aku untuk duduk.
Dengan napas yang masih terengah-engah aku menuju tempat dudukku, sayup-sayup dari bangku belakang paling pojok terdengar seseorang membicarakanku. Kata-katanya seperti mengejek tetapi aku pura-pura tak mendengar.” Terserah lah,” gumamku dalam hati.
“Teng... Teng... Teng...” bel istirahat berbunyi. Pelajaran pagi ini berjalan normal seperti biasanya.
”Huft...akhirnya selesai juga.” Ujarku. Sejauh ini aku tidak menemukan kejanggalan atau hal-hal yang aneh. Namun mimpi yang sering muncul akhir-akhir ini tetap saja membuatku resah.
“Hai, Rio... sedang apa kamu, pagi-pagi kok melamun?” Diki memanggilku dari arah pintu masuk kelas. Pucuk dicinta ulam pun tiba, orang yang aku harapkan akhirnya muncul dengan sendirinya.
Diki memang tak sekelas denganku, Aku kelas 2A sedangkan Diki kelas 2C, meskipun demikian aku berteman akrab dengannya. Aku mengenalnya saat kami berkemah bersama pada sebuah acara Pramuka di daerah pegunungan Pacet Jawa Timur. Dia datang seperti seorang pemburu hantu dengan pasak dan tongkat pemukul, saat itu kami sedang tersesat dan satu dari kelompok kami nampak kejang-kejang seperti kesurupan. Apa yang sanggup aku perbuat pada saat itu, tetapi untunglah, Diki dapat mengobati teman kami, dan mengantar kami kembali ke perkemahan. Sejak itu lah aku meyakini Diki adalah orang pintar.
“Ssthh... Dik, sini cepet...” aku memanggilnya.
Diki menghampiriku. Ia datang sambil memicingkan mata dengan tatapan tajam kearahku. Sekarang ia duduk tepat disebelah kananku dan ruang kelas kini telah benar-benar sepi.
“Jadi begini Dik.. Aku..”
“Stop!” tiba-tiba Diki memotong pembicaraan. Ia masih mengamatiku dengan tatapan matanya yang misterius.
Kamu akan bertemu seseorang, ya, seseorang yang kamu sayangi, tetapi hanya 3 kali terbit matahari, ya, setelah itu ia akan ikut terbenam bersamanya, kecuali kau dapat memusnahkan kutukannya sebelum terlambat!” Kini Diki lebih mirip seorang peramal kerajaan, seorang peramal yang membaca mimpi seorang raja dan mengabarkan bahwa akan terjadi malapetaka di Negerinya.
“Maksudnya?” aku bertanya mencoba mencari penjelasan.
Hahahaha…” Alhasil Diki menjawab pertanyaanku dengan sebuah tawa tanpa merasa dosa karena telah membuatku penasaran.
“Aku bercanda, oh ya aku ada urusan, jadi aku harus pergi sekarang, sampai jumpa” Ia pergi begitu saja setelah melemparkan kata-kata aneh itu kepadaku. Diki berkata itu hanya sebuah canda, sedang ia berkata demikian dengan ekspresi wajah yang datar.
“Sial!” aku mengumpat diriku sendiri. Kupikir aku akan mendapat jalan keluar tetapi kenyataannya justru aku mendapat masalah baru.
***
Sepanjang perjalanan pulang, aku masih saja teringat dengan kata-kata Diki, kata-kata yang seharusnya sebuah solusi dari kegelisahanku.
kamu akan bertemu seseorang, ya, seseorang yang kamu sayangi, tetapi hanya satu kali terbit matahari, ya, setelah itu ia akan ikut terbenam bersamanya, kecuali kau dapat memusnahkan kutukannya sebelum terlambat!
Aku semakin gundah, bukan hanya dengan kata-kata Diki, tetapi mimpi burukku  selama ini terasa semakin lengkap, terkombinasi sempurna seperti bom yang siap meledak.
Di tengah perjalanan pulang tak sengaja aku melihat Dewi duduk di pinggir taman terbuka dengan seorang lelaki. “Itukan Dewi, dengan siapa dia?”
Aku menaruh sepedaku di balik semak-semak, kemudian sambil sembunyi-sembunyi aku mengintip Dewi yang sedang berdua dengan lelaki tersebut, laki-laki yang sepertinya tak asing pula kukenal.
Jelas sudah, lelaki itu adalah kakak sepupunya,”Andi! tetapi kenapa ia memegang tangan Dewi seolah ia adalah kekasihnya?”
Tak lama kemudian sebuah peristiwa yang tak pernah terbayang olehku terjadi. Andi atau kakak sepupu Dewi, mencoba mencium Dewi, tetapi untunglah Dewi mengelak dan aku melihat Dewi merasa tertekan dengan keadaan itu karena ia terus saja menunduk, sepertinya ia juga menangis.
“Aduh!” taksengaja tanganku terkena duri dan sontak saja Andi menoleh ke arahku tetapi aku langsung menunduk. Bersembunyi. kemudian akupun langsung mengambil sepedaku dan bergegas pulang.
Sial, sial, sial!” aku berteriak memaki maki. Etahlah siapa yang aku maki, apakah mimpi burukku, apakah Diki dengan kata-kata Anehnya, apakah kepada Dewi yang pasrah dengan kelakuan sepupunya, apakah si Andi sepupu kurang ajar Dewi, ataukah kepada diriku sendiri yang tak dapat berbuat apa-apa?
***
Cahaya pagi mulai merayapi tubuhku yang masih lelap dalam hangatnya peraduan. Udara dingin yang sejuk kini semakin pekat memenuhi dadaku pada tiap kali kumenarik nafas. Perlahan aku pun membuka mata, lantas tersipu sambil tersenyum sendiri.
Malam ini aku tak lagi bermimpi buruk, mungkin inilah kali pertama aku bisa menghirup udara segar kembali. Tetapi bagaimana dengan Dewi, apakah dia juga tak lagi bermimpi buruk?
Dewi adalah adik kelasku, Ia kukenal saat bergabung dengan tim pramuka yang aku pimpin sebagai seorang kakak pembina. Dewi adalah satu-satunya Siswi  yang berkerudung di dalam timku, aku melihatnya sebagai seorang gadis yang sholehah karena mempunyai sikap yang ramah dan santun. Tetapi apa yang telah aku lihat kemarin nampaknya menjadi sebuah tanda tanya besar bagiku, apa yang sebenarnya telah terjadi disana. Mungkin aku hanyalah seorang kakak tingkat baginya,tetapi ”Dewi!” sepertinya aku pun punya tanggung jawab untuk mencari jawaban atas mimpi burukmu.
Seperti biasa, ketika istirahat tiba aku lebih suka menghabiskan waktu duduk di perpustakaan sekolah. Aku suka membaca buku-buku sejarah, cerita rakyat dan sedikit sastra percintaan.
Kak Rio...” seseorang memanggilku dari arah bilik-bilik buku, suaranya pelan namun aku tak asing dengan nada ini.
“Dewi!... ada apa?” ya, ternyata benar, itu suara panggilan Dewi, aku pun lantas menghampirinya.
Tanpa banyak kata dan jari-jemari itu langsung meraih tanganku. Aku bahkan belum sempat meletakkan buku yang sedang aku baca yang kemudian buku itu terjatuh begitusaja diantara kami. Aku semakin tak berkutik, tubuhku seperti tak dapat digerakkan sama sekali, yang lebih membuatku lemas ialah ketika airmatanya perlahan-lahan menetes pada genggaman tangannya yang semakin erat meremas tanganku. “Kak maaf,”
Setelah meminta maaf kepadaku Dewi langung pergi meninggalkanku. Ia pergi dengan secarik kertas yang turut ia sisipkan ketika menggenggam tanganku.  Kini perlahan aku mulai membuka lipatan kertas yang setengah basah oleh airmatanya, dengan perasaan yang berdebar kubaca juga pesan singkat itu.
Kepada kak Rio yang selalu punya senyum untukku,
Kak, aku tahu kak rio melihatku saat ditaman kemarin, mungkin itu terlihat aneh, tetapi Dewi pun tak pernah menghendakinya. Kak, jika Dewi boleh punya satu permintaan maukah kak rio mengabulkannya? Sepupu Dewi, kak Andi, akhir-akhir ini sering mengancamku dan memaksaku untuk menuruti keinginan anehnya. Aku takut kak, aku tak tahu harus meminta tolong kepada siapa, Dewi hanya tinggal bersama ibu yang sudah sakit-sakitan, dan kami tinggal dengan belas kasihan dari keluarga kak Andi. Tolong aku kak.
Adik kelasmu,
Dewi Nur Anggita
Sejenak waktu seakan berhenti, aku mencoba meraba kembali kehadirannya yang masih terasa hangat di telapak tanganku. Aku bingung harus berbuat apa, memangnya aku siapa, harus turut campurkah aku dengan masalah orang lain. Disaat aku mulai ragu dengan keputusan yang hendak ku ambil, aku teringat kembali dengan mimpi burukku juga dengan kata-kata yang telah Diki ucapkan, semua mulai terilhami olehku sekarang.
Ini sudah kali kedua matahari terbit dan esok adalah yang ketiga. Aku harus ambil keputusan sekarang atau tidak sama sekali, dan Dewi? ya, sepertinya selama ini aku memang menyukainya dan aku tak bisa pungkiri itu. “Aku harus bertindak!”
Jam pelajaran telah usai, sekarang dibenakku hanya ada satu tempat yang hendak kutuju, “Taman!”. Entahlah, tapi aku yakin aku akan menemui kembali Dewi dan sepupunya disana. Tetapi aku tak akan sendirian kali ini.
“Dik .. ayo ikut aku!”
“Ha, Mau kemana?”
“Mengusir setan!” jawabku.
-TAMAT-

*Contoh Surat Izin Tiak Masuk Kuliah*


Kepada
Yth. Bpk/Ibu Prof. Dr Suroso Sudarso
Di Kampus Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Ahmad Dahlan
Yogyakarta

Dengan segala hormat, saya
Nama: Rio Pamungkas
Nim: 11003156 

Tidak dapat mengikuti kuliah pada mata kuliah Kajian Puisi pada tanggal 25 Januari 2013 yang bapak asuh, dikarenakan sedang mengikuti proses pernikahan kakak di surabaya. Berhubung pentingnya acara pernikahan ini, sehingga dengan berat hati saya tidak dapat mengikuti kuliah tersebut. Jika terdapat tugas, saya akan mengerjakan pada hari berikutnya setelah saya masuk kuliah kembali. Mohon dimaklumi.
Yogyakarta, 25 Januari 2013
Mahasiswa,
Rio Pamungkas

Puisi#Anakmu#




Di balik cermin ini
Kampung halaman dan
Rumah berpagar bunga

Sesosok wajah serupa aku
Diam menatap kesunyian
Matanya berkedip kedip bercerita
Tentang hidup
Tentang harapan

Di balik cermin ini
Seorang Wanita tua
Mulutnya tak hentinya komat kamit
Menyebut, memanggil Tuhannya dan
Nama seseorang anak

Di balik cermin ini
Aku melihat dan dilihat
Berdoa dan didoakan
Merindu dan dirindukan


Rio Pamungkas
Purworejo,25 mei 2013