Senin, 28 Oktober 2013

*Apa Itu Sastra Profetik?*

Sastra merupakan hasil cipta karsa manusia yang tertoreh dalam bentuk tulisan ataupun lisan, sastra itu sendiri bisa tercipta dari kejadian alam dan lain-lain. Dalam Al-Qur’an telah disinggung tentang penyair, penyair didalam Al-qur’an di bagi menjadi dua, yaitu penyair sesat dan penyair beriman. Sebelum lebih jauh ke pembahasan, kita simak terjemahan QS. Asy Syua’araa: 224-227 sebagai berikut;

(224)    Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat.

(225)    Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap-tiap lembah,

(226)    dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak
mengerjakan (nya)?,

(227)    kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal shaleh dan
banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kedzaliman. Dan orang-orang yang dzalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.  
***

Sastra profetik : Sastra Ibadah
Pada awalnya istilah semanagat profetik diajukan oleh Abdul Hadi W.M untuk menyebut relevansi sastra keagamaan yang mendalam sebagai pusat bertemunya dimensi sosial dan transcendental didalam penciptaan karya sastra. Sebelum Abdul Hadi W.M, kuntowijoyoyo dalam temu budaya 1986 di TIM pernah membicarakan perlunya menegakkan ‘Etika Profetik’ yakni suatu etika yang ‘berakar di bumi dan juga berakar di langit’. Sastra profetik yang ditawarkan oleh kuntowijoyo mempunyai keinginan sebatas bidang etika  -Sebagai satra Ibadah- dengan sukarela tidak memaksa. Etika tersebut disebut ‘Profetik’ dikarenakan ingin meiru perbuatan Nabi, sang Prophet. Sastra profetik bermaksud melampaui keterbatasan akal-pikiran manusia dan mencapai pengetahuan yang lebih tinggi. Guna memenuhi keperluan tersebut, sastra profetik merujuk pada enafsiran kitab-kitab suci atas realitas.

Menurut kuntowijoyo, dalil mengenai sastra profetik ini dapat ditemukan dalam QS. Ali Imran 110, yang artinya: Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruk kepadayang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Ayat ini menyatakan keterlibatan manusia dalam sejarah (ukhrijat Linnas), setelah adanya keterlibatanmanusia dalam sejarah ayat tersebut berisi tiga hal yaitu, Amal ma’ruf (menyuruh kebaikan, humanisasi), nahi mungkar (mencegah kemungkaran, liberalisasi), dan tu’minuna billah (beriman kepada Allah, Transendensi). Etika Profetik yang berisi humanisasi, liberalisasi dan transendensi ini menjadi pelayan bagi seluruh ummat menusia: rahmatan lil ‘alamin.

Sastra profetik secara garis besar bisa juga dikatan sebagai sarana dakwah untuk menyebarkan agama islam, karena di dalam islam itu sendiri telah mengajarkan tentang kebaikan dan beriman kepada Allah. Nabi Muhammad SAW. dalam sebuah khadist yang diriwayatkan oleh Abu hurairah ra. pernah menyebutkan tentang syair terbaik yang memuat semangat profetik sebagai berikut: Dari Nabi SAW, bahwa beliau bersabda: Bait syair (puisi) paling bagus yang pernah diucapkan oleh orang-orang arab adalah bait syair Labid; ketahuilah, segala sesuatu selain Allah adalah bathil. Meskipun demikian Nabi Saw pernah memberikan nasehat  yang berkaitan dengan syair dalam sebuah khadist, juga diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW bersabda: perut seseorang itu lebih baik penuh dengan cairan nanah yang dapat merusak tubuh daripada penuh dengan syair. Inilah penjelasan yang signifikan antara penyair beriman dengan penyair sesat yang terdapat dalam QS. Asy Syu’araa’ 224-227. Jadi dengan adanya sastra profetik dapat mengimbangi bahkan melebihi sastra sesat. (Junian)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar